Haaai~ Nggak terasa ternyata udah lama juga gua nggak nulis di blog. Akhir-akhir ini jadwal gua terpadati oleh Sabtu malem yang kelam syuting, makanya gua jadi jarang nge-blog. Nah, untuk menebus kesalahan gua itu, sekarang gua mau share salah 1 cerpen yang gua bikin. Judulnya adalah "Selamat Tinggal". Dibaca eaaa~
“Hai Diana!”, sapa Mark padaku saat jam istirahat sekolah.
“Oh, hai Mark!”, balasku sambil tersenyum. Mark adalah anak baru di sekolahku.
Dia adalah anak yang pintar, ramah, dan sopan. Tidak sedikit siswi yang suka
padanya. Ya, kuakui dia memang tampan. Aku memang sudah cukup lama memendam
rasa padanya. Menurutku dia adalah anak yang menyenangkan, mudah bergaul, dan
humoris.
Tidak terasa
bel pun berbunyi dan mengakhiri percakapan kita. Saat di kelas, guru menyuruh
untuk mengerjakan tugas secara berkelompok. Aku dan Mark adalah satu kelompok. Aku
ingat saat dia amat serius mengerjakan tugas. Lucu bagiku melihatnya amat
serius mengerjakan tugas. Aku pun terus memandanginya sambil tertawa kecil,
hingga akhirnya dia tersadar. Aku menundukkan kepalaku seraya menutupi wajahku,
berpura-pura seakan tak ada suatu hal yang telah terjadi. Mark pun menertawakan
hal konyol yang aku lakukan itu.
Sepulangnya
dari sekolah, seperti biasa, aku menyalakan handphoneku
dan mulai bermain Twitter. Tidak
jarang aku menstalk timeline Twitter
Mark. Tiba-tiba handphoneku berbunyi. “Oh, pesan dari Mark”, kataku. Ya, memang aku
dan Mark sering saling mengirim pesan teks.
“Hai Diana~”
“Hai Mark”
“Apa kau tahu dimana aku akan
melanjutkan sekolah?”
“Tidak, dimana?”
“SMA Pasti Jaya! Kau tahu? Itu
adalah SMA yang sangat bagus!”
“Wah, aku juga akan
melanjutkan sekolah di situ!”
“Haha, kebetulan sekali.
Semoga saja kita akan satu kelas kembali”
Kau tahu? Itu adalah kabar baik bagiku. Bagaimana tidak? Aku akan satu sekolah
kembali dengan Mark.
Namun
tiba-tiba rencana itu berubah. Ayah Mark akan pindah dinas ke Amerika bulan
depan. Ayah Mark adalah seorang Tentara Angkatan Laut yang sering berpindah
tempat dinas, sedangkan ibunya adalah seorang ibu rumah tangga. Mau tidak mau, Mark
harus ikut berpindah-pindah tempat tinggal. Huh, mengapa harus terjadi secepat
itu?
Waktu terus
berjalan. Esok telah menjadi kemarin, dan bulan depan adalah hari ini. Ya, Mark
akan berangkat ke Amerika hari ini. “Hai Diana, aku akan berangkat ke Amerika
sebentar lagi. Maaf jika kita tidak dapat menlanjutkan sekolah bersama. Semoga
kita akan bertemu lagi.”, kata Mark padaku melalui pesan teks.
Sudah
seminggu aku tidak berkomunikasi dengan Mark. Aku sudah mencoba untuk
menghubungi nomor handphone dia,
namun tak ada jawaban. Khawatir? Ya, aku khawatir. Apakah dia selamat sampai di
sana? Atau dia sudah bahagia tinggal disana? “Mungkin dia sudah sibuk dengan
teman barunya di sana”, pikirku.
Aku senang,
dan juga sedih. Di satu sisi aku senang karena Mark telah bahagia tinggal di
sana, di satu sisi yang lain aku sedih. Apa dia tidak tahu jika aku suka
padanya? Apa dia tidak tahu itu? Betapa senangnya aku saat mengetahui aku dan
dia akan satu sekolah lagi, dan begitu cepatnya perasaan itu luntur.
Mengapa aku
tidak sempat mengatakan perasaanku padanya? Aku hanya ingin dia tahu itu, tidak
lebih. Tapi dia pergi dengan cepatnya. Meninggalkan semua kenangan itu. Aku tidak
akan pernah melupakannya, dan aku harap dia masih mengingatku. Selamat tinggal,
Mark.